Kamis, 02 Februari 2012

MENYEMAI MIMPI DI DADA BERLUBANG

Lembaran Cerita masa lalu yang kutemukan di tumpukan Diary-diary usangku ketika aku bernostalgia kemaren,,,, tertanggal 1 September 2006,,,,, 

 ________________________________________________________________________________


Impian ini mungkin takkan bisa ku miliki selamanya, meski ia telah bersemayam dalam diriku sejak mula dan terus hidup sampai aku tua dan malaikat maut tiba. 

ini lah mimpiku......

seorang suami yang sibuk merawat sebuah taman depan rumah setiap sore hari, ditingkahi celoteh anak laki-laki dan perempuannya. tangannya yang dibungkus sarung plastik kotor oleh pupuk yang telah dicampur dengan tanah atau rerumputan yang telah dicabut dari sela tanaman. peluh yang berlelehan dileher dan dahinya, berkilau terkena sinar matahari sore. sementara baju-baju yang menempel di tubuh anaknya telah basah karena mereka asyik bermain air sembari menyirami tanaman. Kadang kala  anak-anak itu tak menyasarkan air kearah tanaman atau bunga ditaman itu, tapi pada seekor atau dua ekor kupu-kupu yang kebetulan beterbangan. Seorang dari mereka bahkan kegirangan mengejar sang kupu-kupu sembari berceloteh riang.

Dari balik kesibukannya, lelaki itu tersenyum simpul. Kadang ia pura-pura marah pada mereka supaya tak menginjak secara semena-mena bunga atau tumbuhan yang sedang dibibit atau dirawatnya seperti ia merawat cinta kasihnya kepada istri dan anak-anaknya. Udara sore harum oleh sisa bunga yang mulai layu dan kuncup yang akan segera mekar keesokan harinya. Barang satu jam lagi senja akan usai dan ia akan segera menyudahi pekerjaan tersebut.

Dari balik tembok kamar yang persis menghadap taman depan rumah kusaksikan mereka asyik bercengkrama. Keletihan dan rasa sakit menyusup ke sebalik daging dan tulang di tubuhku, nafasku memburu, berlembar-lembar kisah telah ku tulis. Karena tiada terbiasa tidur sore, kulepas kepenatanku dengan menyaksikan anak dan suamiku berbagi hari sore itu. Timbul keinginan untuk bergabung bersama mereka, dan segera ku lolosi pakaian bersih di tubuhku berganti pakaian.

Dan lelaki berparas keras itu dengan sebiji tahi lalat di samping hidung tersenyum simpul kearahku. Seolah seluruh beban yang dipanggulnya lenyap bersama udara segar sore hari. Anak-anakku riang menyambut kedatanganku. Aku akan tersenyum dan mendekati mereka, mencium pipi mereka satu persatu meski mereka semua kebasahan air yang telah menjadi teman bermain mereka sejak mula membantu ayahnya merawat taman.

Anak-anak bertanya apakah aku menyayangi ayah mereka, pertanyaan formal itu akan terasa lain di dadaku, menguarkan desir-desir lembut dan nyaman. Ia akan mendekat dan mencium pipuku, lalu membelai rambutku sembari menatap dalam dengan sepasang bola matanya yang bersinar tajam, membuatku merasa malu dan terkesiap ketika bersilang pandang dengannya. Suamiku itu, seorang laki-laki berparas keras dan selalu sibuk dengan hari-harinya maupun pekerjaan yang terus menyita waktunya, selalu menyisakan waktu untuk menjumput cinta murni yang telah kami pelihara sejak muda.

“Selalu kurasakan cinta pertama padamu, seperti ketika sebelumnya aku jatuh cinta pada mu sejak pertama kita bertemu sekian tahun lalu,” kataku. Ia akan tersenyum, kemudian akan mencium keningku, anak-anakku semakin riang dan membasahi kami berdua. Angin sore membuai sejenak kesibukan kami dan mengantarkan kegelapan yang akan menyelubungi kami dengan impian-impian saat terlelap dalam damai tidur.

Namun sayang, impian ini mungkin selamanya tak akan kumiliki, karena lelaki yang kuharapkan menjadi suamiku adalah engkau. Setiap kejadian menciptakan momen keajaibannya sendiri. Setiap sela dan perpisahan seolah justru makin menakutkan aku dengan kehampaan impianku, justru ketika kau benar-benar lepas dariku. Kau benar-benar pergi. Aku bukan lagi hidup dalam alam dongeng. Jika karena satu dan banyak hal aku tak bisa memilikimu, kuharap engkau mengerti bahwa pada satu masa aku telah memimpikan hidup seperti apa yang akan kujalani bila engkau mendampingiku sepanjang waktu, sepanjang hari.

Dan impianku adalah memiliki seorang suami berparas keras dengan sepasang bola mata yang menjembatani tusukan tajam tatap mata, sebuah tahi lalat dipinggir hidup dan anak-anak yang cerdas yang akan dilahirkan dari peluruhan kasih sayangku dengannya pada malam-malam yang riang oleh nyanyi malaikat dewa-dewa. Impianku adalah memilikimu, menjadikan mu suamiku.

Mulai hari ini, tiba-tiba kurasakan hal aneh terjadi padaku. Aku tak mampu lagi mengenggam mimpi itu!!! Mengapa aku tak bisa lagi mengenggam mimpi naïf itu?? Pertanyaan ini mengaung hampa di dadaku yang berlubang hitam. Sekalipun aku bertanya-tanya, sebenarnya jawaban itu telah ku genggam kini. Jikalau toh aku menanyakannya, tak lebih dan tak kurang pertanyaan itu hanyalah ibarat suara uang logam yang dijatuhkan di lautan yang tenang. Padahal mimpi itu lebih panjang dari yang diperkirakan orang.

Aku memandangnya dengan sayu, berusaha mencari nafas cinta yang telah mematangkan hidupku dengannya. Ia membalas tatapanku dengan kilat bening tajam dari bola matanya, kesucian melulur sekujur tubuhku dan menciptakan hawa hangat dari pusar dan menyebar keseluruh persendian tulang. “ itu tatapan pertama yang kutemukan di sebuah pertemuan, sebuah isyarat untuk menawarkan kebersamaan,” jeritku dalam hati.

Lalu kugasah rambutnya dan tangannya memeluk erat pinggangku sembari menyandarkan kepalaku di bahunya, “setap malam aku selalu bertanya apakah esok hari aku akan menemukanmu sebagai orang lain, tapi betapa terkejutnya aku ketika keesokan harinya kutemukan cintaku semakin berpendaran, terutama oleh keeping tarikan bibirmu,” katanya mendamaikan liuk kegelisahan melihatnya suntuk pada pekerjaan.
Ia diam sejenak. Kecerdasan otaknya seolah mampu memahami kehalusan perasaan yang mendebur kencang di tubuhku. Ketika aku mendongakkan kepala, ia pasti melihat kecemasan yang membayang diwajahku yang makin meluap.

“setiap malam aku justru cemas jika esok paginya aku tak bisa lagi melihatmu. Untunglah hal itu tak pernah terjadi. Ketika kutemukan sosokmu esok paginya, aku seperti menemukan mutiara yang hilang dalam mimpimu,” ujarku lirih dan cemas.

Alangkah sayangnya, percakapan itupun sia-sia belaka, kecemasan yang kuderita karena kekalahanku merangkai huruf dan kata, menguntai makna sebagai jalinan kisah akan abadi dalam hidupku karena tiada engkau disampingku. Meski kudapati malam yang sama meletihkan. Masih kutemui kegetiran yang tak mengenakkan, dan kutemukan dadaku semakin berlubang lebar. Jantung dan hatiku telah hilang entah kemana, tercuri oleh kepergianmu. Didada berlubang itu, hanya gelap dan pengap, hanya kata merantai jiwa : luka-luka-luka.

Impian ini mungkin tak akan kumiliki selamanya, karena lelaki yang kuharapkan sebagai ayah anak-anakku telah meninggalkan aku, pergi dibawa kerisauannya sendiri. Lelaki yang akan merawat taman disore hari, lelaki yang selalu setia kutunggui disetiap malam-malamku, menyertaiku dalam bertempur dengan pejalan kata-kata dan dunia makna yang tak tersentuh oleh imajinasiku. Aku, seorang perempuan yang akan melahirkan anak-anak cerdas, dengan pertanyaan-pertanyaan yang memutar seluruh isi kepala serupa tarian bunga dan tanaman yang di peliharanya pada sore hari karena tertiup angin. Lelaku yang adalah engkau sendiri!!!

Karena kau pergi meninggalkan aku. Karena kau merangkai impian itu dengan orang lain. Impianku itu akan hanya sebatas impian, tak mampu lagi bersua dengan kenyataan. Rumah sederhana yang menjadi impianku, yang akan ditempati aku, kamu dan anak-anak hasil hubunganku denganmu mungkin tak akan berdiri. Takkan ada celoteh anak-anak, takkan ada bunga-bunga yang akan kita rawat bersama pada sore hari. Tak ada sisa keringat kita yang menetes disetiap jengkal ruangan, saat kau berusaha menjadi laki-laki bagi ayah bibit yang tertanam di dalam rahimku.

Dadaku makin dipenuhi banyak lubang. Didalamnya gelap dan pengap. Jantung dan hatinya lenyap entah kemana. Digondol burung hantu yang telah merampas impianku, lalu apa yang bissa kulakukan untuk bisa menghidupkanmu dalam diriku, atau mungkin membawamu dalam kehidupanku seperti impianku yang mungkin selamanya tak akan ku miliki itu?

“ kenangan membuat orang lebih tua dari semestinya, atau justru membuat orang terus muda dari usia yang sebenarnya, tergantung dari mana kau bisa menyiasatinya,” kata seorang teman menghiburku, aku hanya bisa berjalan sendiri sepanjang jalan-jalan kenangan yang pernah kita lalui, menjalani kesepianku yang meranum sepanjang malam sejak kau pergi.

Impianku memilikimu tak akan bisa ku miliki selamanya, meskipun ia telah bersemayam dalam diriku sejak mula dan terus hidup dalam diriku sampai aku tua dan malaikat maut tiba. Hanya kenangan yang benar-benar memilikimu dan memilikiku. Hanya kata merangkai hati, ketika kita sama menciderai apa yang telah kita yakini sebelumnya, dengan berbagai macam alasan yang telah kita susun dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.

Karena  aku  tiada mampu memilikimu dan menawarkan mimpi tentang anak-anak dan kebun bunga serta berbagai kisah yang kutulis, maka aku melepasmu pergi sekalipun dadaku berlubang. Aku mencintaimu. Aku mengharapkanmu. Aku memimpikan hidup denganmu. Aku memimpikan anak-anakmu dari rahimku. Hari ini dadaku sepenuhnya berlubang, dan  saat ini aku menyadari aku tak bisa memilikimu selamanya.

Seandainya kusemai  impian, apakah ia bisa tumbuh di dada yang berlubang???

1 komentar:

  1. kunjungan gan .,.
    bagi" motivasi
    keberuntungan selalu menghampri kita
    hanya saja kita yg trkdng tdk brfkir demikian.,.
    si tunggu kunjungan baliknya gan.,

    BalasHapus